Apa itu i’tikaf? Berikut ini adalah penjelasan mengenai hukum i’tikaf, rukun i’tikaf dan hal-hal yang bisa membatalkan i’tikaf dengan mengambil rujukan dari kitab Al Fiqhul Muyassar tulisan Syaikh Ahmad Isa Asyur.
Secara bahasa, i’tikaf adalah selalu melakukan perbuatan yang baik atau buruk. Sedangkan secara istilah (syar’i), i’tikaf adalah tinggal di masjid dengan cara tertentu.
I’tikaf hukumnya sunah. Dianjurkan dalam seluruh waktu di bulan Ramadhan, namun pada 10 hari terakhir lebih utama karena meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk mencari malam Lailatul Qadar.
Dalilnya adalah Alquran surat Al Baqarah: 125 dan hadis nabi riwayat Abu Dawud, Bukhari dan Ibnu Majah bahwa telah diriwayatkan nabi SAW beri’tikaf di bulan Ramadhan selama 10 hari. Pada tahun beliau wafat, beliau beri’tikaf 20 hari.
a. Niat
b. Tinggal di dalam masjid
Yaitu tidak cukup tinggal sekedar tuma’ninah, namun juga menambahkannya dengan perbuatan yang bisa disebut tinggal. Imam Syafii menganjurkan untuk tinggal sehari supaya keluar dari khilaf.
c. Adanya pelaku i’tikaf
Syaratnya adalah Islam, berakal, suci dari haid, nifas dan janabah.
d. Tempat i’tikaf
Syaratnya adalah di dalam masjid. Adapun masjid yang dimaksud adalah masjid jami’ sehingga pelaku i’tikaf tidak perlu keluar untuk sholat Jumat. Dalilnya adalah hadis nabi berikut,
“Tidak ada i’tikaf kecuali di masjid jami’.” (HR Ibnu Abi Syaibah dan Said bin Mansur dari hadis Hudzaifah)
Hal-hal yang membatalkan i’tikaf antara lain:
a. Keluar untuk menggauli istri
b. Keluar untuk menyentuh atau mencium istri dengan syahwat
c. Keluar untuk sholat Jumat jika sedang i’tikaf di masjid jami’
d. Keluar untuk minum padahal ada air di masjid
e. Keluar untuk menjenguk orang sakit
f. Keluar untuk menyolatkan jenazah
g. Mengalami haid bagi wanita
Ada beberapa uzur yang dibolehkan, di mana keluar dari masjid tidak membatalkan i’tikaf, antara lain:
a. Keluar untuk buang hajat (baik hajat kecil maupun besar)
b. Keluar untuk mandi karena bermimpi basah
c. Keluar untuk makan karena lapar
d. Keluar untuk mengobati penyakitnya ke dokter
e. Keluar karena lupa atau karena dipaksa
Demikianlah uraian singkat mengenai hukum, rukun dan hal-hal yang membatalkan i’tikaf. Semoga ada manfaatnya bagi para pembaca yang budiman…
Referensi:
Ahmad Isa Asyur. Al Fiqhul Muyassar, Bagian Ibadat. Penerbit Pustaka Amani, Jakarta.
(Fikih mazhab Syafii yang ditulis seorang ulama terpandang dari Mesir)
Tinggalkan Komentar